Mungkin kamu lupa. tentang aku yang dulu (SELALU) tertawa bersamamu. Hal ini bukan kali pertama aku menulis tentangmu. Huruf per huruf yang ku susun hanyalah hal kecil dalam kisah kita. Masa depan yang gemar kamu utarakan, hanya jadi masa lalu yang kini aku simpan. Di dalam hati kecilku, terungkap rindu besar menggebu. Seperti riuhnya ombak di tengah malam, jeritan lukamu olehku, terngiang jelas menjadi alarm di setiap pagiku membuka mata. Terlalu lebay memang perasaan kita yang dulu baru berumur 13 tahun tersebut.
Sejak pertama bertemu denganmu, aku tahu, aku tak akan ragu menitipkan hati. Wajah polos dengan rambutmu yang mengombak memberi kesan menarik disetiapku melihat lekukan indah parasmu. Wajahmu memang terbilang cantik, kulitmu putih, badanmu juga sintal se usiamu. Sesaat membuat garis besar tentangmu, malah mengingatkanku tentang sebuah cerita dewasa yang dulu sempat aku baca di salah satu jejaring sosial. Khaak! :))
Well.. Kembali tentang kita. Bicara soal penyesalan, ia bukanlah maaf yang sederhana. Sesaat kita berpisah, aku hanya sosok baru yang menjadi peran antagonis di setiap bait-bait buku ceritamu. Jemari ku mulai kesal. Tak ada lagi lekukan wajahmu yang biasa tersentuh, tak ada lagi air mata yang bisa ku seka, tak ada lagi gandengan tangan hangat yang kerap menuntunku. Aku rindu masa-masa seperti itu.
Di antara teman yang kamu punya, sosok pria muncul memberi bahu untukmu di tengah luka. Kamu pun mengenal baik pribadinya dan mulai mendambanya. Dia mengajarmu tentang cinta setia di tengah asa. Kita membeku, dia menghangatkanmu, dan kalian mencair dalam waktu. Berusaha sekuat apapun, aku tak akan bisa menyentuh lagi hatimu yang sudah menyerah untuk membangkitkan rasa lama yang pudar. Lalu, aku bisa apa?
Entah sampai dimana aku bisa bertahan untuk terbang dengan sayapku yang patah. Entah sampai kapan luka lama ini bisa tertutup dan tak menjadi bekas. Seakan otakku berputar mencari terang di antara jalan yang buntu. Seingatku, kamu melupakan aku begitu cepat. Membuang semua kenangan bersamaan dengan kebodohanku yang memungutnya satu per satu. Aku hanya tersenyum melihat ribuan fotomu tersenyum ke arahku. Dan mulai melihat realita, kamu kini di sampingnya. Apakah aku iri melihat kalian bahagia? YA! Tentu saja aku iri. Aku yang memupuk rasa sekian lama dan akhirnya menuai hadirmu yang saat ini menyandingnya. Seperti aku sedang menggarami setiap sudut lautan di dunia tanpa kenal jeda. Aku bercanda ketika kamu menanyakan apakah aku baik-baik saja tanpamu, dan aku menjawab "ya" dengan gaya sok acuhku. Aku hanya tak ingin lagi, membuat cantik senyummu harus terbebani dengan setiap kesalahanku.
Yah, ini hanyalah cerita dimana aku, kamu dan dia berada. Aku hanya mengutip satu kalimat dari ribuan bait di cerita yang kita buat dahulu. Aku yang baru dengan hal-hal menulis, memang susah untuk menciptakan suatu karya. Dan kenapa di awal aku malah menulis tentangmu?
Entahlah...